LGBT dalam Perspektif Agama

Kehidupan manusia akan memberikan kebajikan pada diri, lingkungan, bangsa dan agama jika berjalan dan bertindak dalam koridor kenormalan sesuai fungsi dan kewenangan yang dimiliki masing-masing. Manusia dibentuk dalam bentuk yang sempurna berdasarkan fitrah keajekan, keselarasan, kepatutan, moralitas, dan kebaikan dalam rangka mencapai kehidupan penuh martabat dan kenormalan. Hal ini menandakan bahwa manusia merupakan makhluk spesial yang dikehendaki oleh Allah dengan misi besar untuk manfaat yang sebesar-besarnya pula, yaitu sebagai wakil Tuhan untuk mengelola dan melestarikan kehidupan dimuka bumi berdasarkan petunjuk, ketentuan, dan hukum serta sesuai dengan kehendak Ilahi. Karena itulah tujuan hidup manusia adalah mengabdi. Pengabdian dalam bentuk ketaatan pada sang maha pengendali kehidupan (Tuhan), hal itu seharusnya dijadikan suatu sikap kesadaran individu agar supaya bisa mencipta satu tatanan kehidupan sosial-ideal.

Sebagai khalifah, manusia harus tunduk, patuh, taat, dan mengabdi kepada Allah-bukan kepada yang lain-dalam pengertian yang luas berdasarkan ketentuan-ketentuan yang dituangkan dalam syariah. Untuk kemudahan menjalankan amanah yang besar itu, Allah melengkapi dengan sarana yang super lengkap mulai dari akal, hati, panca indera, di utusnya nabi dan dihadiahkannya kitab al-QurȂan sebagai pedoman utamanya, meskipun tak sedikit manusia yang masih tersesat. Sebagai manusia yang memiliki dimensi dhahir manusia diberikan keleluasaan untuk menikmati kebutuhan hidupnya selama di dunia, termasuk kebetuhan makan, minum, dan kebutuhan biologisnya (seksualitas). Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut harus sejalan dengan tuntutan agama, tidak boleh sesuka manusia. Itu artinya kehidupan manusia baik dalam dimensi spiritual maupun dalam dimensi duniawi segala tindak tanduknya sangat terikat dengan ketentuan Allah dalam hal ini adalah syariah sebagai hukum agama mengatur segala hal yang berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan manusia tanpa terkecuali, yang bertujuan demi kemaslahatan.

Lesbian dan Gay dalam pandangan Islam

Lesbian adalah wanita yang cenderung bercinta atau wanita yang melakukan hubungan seksual sesama wanita. Sedangkan gay atau homoseksual adalah laki-laki yang menyalurkan kebutuhan seksualnya pada sesame jenis lelaki. Dari pengertian ini dapat dipahami dengan tegas dan jelas bahwa gay dan lesbian merupakan prilaku seksual dengan sesama jenis, dalam islam praktek sesksualitas sejenis disebut dengan liwāţ Sebuah praktek sesksualitas yang tidak lazim dan tidak dapat dipahami oleh akal manusia yang normal, karna masih ada seksualitas yang lazim dan normal yang dapat diterima oleh manusia pada umumnya. Seba itu, agama melihat dan menandang perbuatan homoseksual ini sebagai bentuk perbuatan menjijikkan, dan dianggap merusak fitrah manusia.Penyimpangan seksualitas dalam bentuk homoseksual pertama kali terjadi pada kaum Nabi Lut as sebagaimana diterangkan dalam ayat sebagai berikut:

Ayat 80-84: Kisah Nabi Luth ‘alaihis salam .

yang artinya : 80. Dan (Kami juga telah mengutus) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, “Mengapa kamu melakukan perbuatan keji yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu (di dunia ini). 81. Sungguh, kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesama lelaki bukan kepada perempuan. Kamu benar-benar kaum yang melampaui batas.” 82. Dan jawaban kaumnya tidak lain hanya berkata, “Usirlah mereka (Luth dan pengikutnya) dari negerimu ini, mereka adalah orang yang menganggap dirinya suci.” 83. Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikutnya kecuali istrinya. Dia (istrinya) termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). 84. Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu). Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang berbuat dosa itu.

Ayat di atas dengan tegas menyatakan bahwa perbuatan homoseksualitas (sodomi) merupakan kedurhakaan yang besar Predikat fahīshah ini menggambarkan bahwa kualitas keburukan tersebut sangat berat dan bersifat intoleransi. Suatu pelanggaran yang sulit dipahami dan dimaafkan dalam keadaan apapun, sehingga perbuatannya disebut perbuatan durhaka.Kedurhakan dimaksud adalah bentuk penyaluran syahwat biologis bukan pada tempat yang wajar, yakni pada sesame jenis, secara naluriyah mestinya penyaluran syahwat biologis lelaki kepada wanita, sebaliknya wanita berpasangan dengan laki-laki dalam hal pemenuhan kebutuhan seksual dengan jalan yang sah dan dibanarkan. Jalan itu tidak lain hanyalah pernikahan dengan lain jenis. Adapun pernikahan dengan sesama jenis tetap tergolong praktek homosebagaimana yang dilakukan kaum nabi Lut. Perbuatan homokseksual yang dilakukan bukan karena ketiadaan wanita pada masa itu, tapi karena didorong oleh kedurhakaan sehingga disebut sebagai umat yang melampaui batas. Homoseksual sangat dibenci oleh Allah, tidak ada alasan apapun yang membenarkan praktek homoseksual, baik dalam keadaan normal ataupun keadaan mendesak. Sebagai perbandingan, praktek membunuh dalam agama dapat dibenarkan karena alasan membela diri atau menjatuhkan sanksi hukum (qisas) atau sanksi hukum lainnya, adapun hubungan seks dengan sesama jenis, baik homoseksual maupun lesbian tidak ada tempat dalam agama, karena Allah telah menyediakan ruang dan jalannya yakni dengan lawan jenis.

Biseksual dan Transgender dalam Pandangan Islam

Biseksual merupakan ketertarikan romantis, ketertarikan seksual, atau kebiasaan seksual kepada pria maupun wanita. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan bentuk kehidupan manusia yang memiliki kecendrungan seksual sesama jenis dan ke lain jenis sekaligus, atau bisa disebut dengan istilah panseksualitas. Dengan demikian, biseksual merupakan kelanjutan model relasi hubungan sesksual homo dan lesbian. Jika pada pola homo dan lesbi, relasi seksual dilakukan berdasarkan kesukaan pada sesaama jenis, sedangkan biseksua merupakan penyaluran hasrat biologis dilakukan pada sesama jenis dan kelain jenis sekaligus. Hal ini berarti kelompok biseksual memiliki keanehan yang sama dengan kelompok homo, hanya saja kelompok biseksual masih menunjukkan kesukaan pada lain jenis.

Relasi demikian juga tergolong aneh dan kelainan dalam hal biologis. Sebab konsep dasar dari seksual sebagaimana dijelaskan di atas adalah relasi antar jenis kelamin yang berbeda sebagaimana dalam surat al-Najmu ayat 45 dan surat al-Nur ayat 30-31 yang artinya sebagai berikut:

Pada ayat pertama secara disebut pasangan suami istri dengan sebutan ȃzaujaniȄ terdiri dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Itu artinya tidak ada peluang pasangan suami istri dari sesama jenis ataupun percampuran dengan jenis kelamin yang abal-abal, karena memang tidak ada jenis kelamin selain yang dimaksud dari ayat tersebut. Sementara pada ayat kedua dengan tegas pula disebutkan untuk para lelaki mukmin untuk menjaga dan memelihara pandangan dan kemaluannya (kelaminnya) dari dorongan seksual yang liar dan tak terkendali. Lelaki yang mukmin yang mantap dengan keimananya tidak akan melepaskan nafsu birahinya kecuali kepada yang halal yaitu istri yang sah, bukan pada sesama jenis yang sudah diharamkan sebagaimana keterangan sebelumnya. Maka laki-laki yang mampu memelihara kemaluannya dari ke liaran seksualitas dan hanya berhubungan badan dengan pasangan yang dihalalkan oleh agama, maka lelaki demikian merupakan lelaki yang baik, yang mentap keimananya, sehingga disebut lebih seci dan terhormat baginya. Dengan kata lain, hubungan seksual yang dilakukan bukan pada pasangan yang dihalalkan selain memiliki konsekwensi hukum juga memberikan dampak tidak baik terhadap jiwa, pikiran dan kesehatan. Pasangan yang dihalalkan adalah pasangan suami istri yang terdiri laki-laki dan perempuan dengan ikatan yang dibenarkan menurut aturan syariah.

LGBT bom Moral atas nama hak asasi manusia

Kelompok minoritas selalu memakai baju hak asasi manusia demi menopang eksistensi sekalipun banyak hal berlawanan dengan pola kehidupan umum. Ketidak wajaran yang terjadi dianggap perbedaan yang belum dipahami oleh pihak lain, meskipun secara nyata perbedaan tersebut sangat dipaksakan atau sebanarnya perbedaan yang senantiasa dikampanyekan demi kepuasaan diri. Seolah-olah termarginalkan ditengah hak hidup yang sedang diperjungkan. Itulah hak asasi manusia yang secara nyata tidak akan memanusiakan kelompok LGBT.

Kesimpulan ini bukan bertujuan untuk meminggirkan atau menghukum LGBT. Persepektif agama ini hendak menyelamatkan manusia sebagai khalifatullah di muka bumi yang senantiasa terikat oleh kaidah-kaidah kepantasan, moralitas dan agama. Dari perspektif ini LGBT

tak menemukan ruang pembenaran apapun. Kecuali keberadaannya akan terus menjadi persoalaan ditengah ketidak normalan hidup yang dijalankan. Moralitas, akal pikiran dan agama hendak membangun kehidupan manusia lebih bermartabat, bermaslahah untuk diri dan lingungannya. Karena itu, kepuasaan dan seleara mesti terukur, terikat agar tidak merusak kehidupan sosial masyarakat umum.

seksualitas menjadi kepentingan manusia yang perlu diatur supaya menusia lebih terarah, teratur dan terpadaya oleh nafsu semata. Agama sama sekali tak mengebiri seksualitas, bahkan agama mendorong manusia tetap menjaga seksualitas dalam rangka keseimbangan hidup. Mengingat nafsu manusia pada yang satu ini sangat besar, agama perlu meletakkan persoalaan seksualitas dalam wadah yang tepat agar tak ada yang dirugikan. Pernikahan merupakan ruang yang disediakan untuk semua manusia dengan pilihan lawan jenis yang beragam.Sementara homoseksulitas, lesbian, biseksual merupakan praktek seksual yang sulit ditoleranasi dalam keadaan apapun. Keberadaannya akan merusak jiwa setiap insana ditengah tersedianya pasangan hidup dengan lawan jenis. Karena pernikahan dalam perspektif agama bukan semata persoalaan kepuasan biologis, ketenangan jiwa dan melestarikan generasi kehidupan bagian yang tak bisa dihilangkan, yang demikian sulit di dapat dalam kehidupan LGBT. Dengan kata lain, pola seksual LGBT murni berdasarkan kepuasan liar, tanpa kepedulian dan tanggung jawab. Bila semua manusia mendasarkan diri pada kebebasan demi suatu kepuasaan, maka kebebasan demikian akan menjadi bom waktu bagi manusia. Tak salah jika rosulullah mengingatkan ȃbahwa jihad yang paling besar adalah mengendalikan hawa nafsuȄ. Manusia akan menjadi makhluk terhormat.

karena hawa nafsu yang terkendali, sebaliknya manusia menjadi momok kehidupan orang banyak jika tak mampu mengendalikan hawa nafsu.

Penulis: Nama : Rika Yulia Putri

Nim : 12040224713

Jurusan : Bimbingan konseling Islam

Fakultas: Dakwah dan komunikasi

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *